Khamis, 30 November 2017

Waktu Sholat istikhoroh

waktu sholat istikharah yang tepat? Sholat istikharah bisa dilakukan kapan saja baik pagi, siang, sore atau malam. Akan tetapi, jika Anda ingin waktu yang terbaik untuk curhat dengan Allah SWT maka sebaiknya pilihlah waktu sepertiga malam terakhir. Dimana Anda dahului dengan sholat tahajud, kemudian sholat istikharah dan terakhir ditutup dengan sholat witir. Mengapa harus waktu sepertiga malam terakhir? Karena waktu tersebut adalah salah satu waktu yang mustajab untuk memanjatkan doa, dimana kesempatan untuk doa dikabulkan berpeluang lebih besar. Dan tentu saja Anda bisa lebih khusyu’ untuk berdoa dan curhat pada Sang Pencipta.

Pelaksanaan sholat istikharah pada Waktu Sholat Istikharah Yang Tepat hampir sama dengan sholat lainnya. Sebaiknya ketika melaksanakan sholat istikharah kita bersihkan hati dan pikiran dari keinginan pribadi dari sebuah pilihan. Anda bisa melaksanakan sholat istikharah minimal dua rakaat dengan mengucapkan niat terlebih dahulu bahwa akan melaksanakan sholat sunat istikharah karena Allah Ta’ala. Kemudian Anda bisa melaksanakan sholat dengan membaca Al Fatihah lalu surat pendek, dilanjutkan dengan rukun sholat lainnya sampai Anda menyelesaikan sholat istikharah. Jangan beranjak dari sajadah ketika selesai sholat.

Saat waktu sholat istikharah selesai, maka Anda bisa membaca istighfar sebanyak-banyak dan panjatkan doa sholat istikharah. Atau Anda bisa berdoa dengan bahasa Anda sendiri dengan tulus dan ikhlas hanya meminta petunjuk kepada Allah SWT yang Maha Mengetahui segala yang terbaik untuk diri kita. Pasrahkan diri kita hanya kepada Allah SWT tempat untuk kita meminta dan mengadu. Insya Allah dengan melaksanakan sholat istikharah kita akan mendapatkan jawaban atas keraguan atau pilihan-pilihan yang membuat kita bimbang.

WALLAHU A'LAM

Rabu, 29 November 2017

Najis ringan dan najis berat

NAJIS MA'FU (NAJIS YANG DIMAAFKAN) DAN NAJIS MUGHOLLADZHOH (NAJIS YANG BERAT)

ولا يعفى عن شيء من النجاسات إلا اليسير من الدم وما لا نفس له سائلة إذا وقع في الإناء ومات فيه فإنه لا ينجسه والحيوان كله طاهر إلا الكلب والخنزير وما تولد منهما أو من أحدهما والميتة كلها نجسة إلا السمك والجراد والآدمي.

_*Najis Ma'fu (Najis yang dimaafkan)*_

Tidak ada najis yang _dima’fu_ (dimaafkan) kecuali darah dan nanah yang sedikit. Maka keduanya dima’fu di pakaian dan badan, dan sholat yang dilakukan tetap sah walaupun terdapat keduanya pada pakaian dan badan.

Dan kecuali bangkai binatang yang tidak memiliki darah yang mengalir seperti lalat dan semut, ketika binatang tersebut masuk (terjatuh) ke dalam wadah air dan mati di sana, maka bangkai binatang tersebut tidak menjadikan najis wadah air yang dimasukinya.

Namun apabila bangkai binatang yang tidak memiliki darah mengalir tersebut dimasukkan ke dalam benda cair, maka hal itu menjadikan najis benda cair tersebut.

Ketika bangkai binatang yang tidak memiliki darah mengalir tersebut berjumlah banyak dan merubah sifat cairan yang dimasukinya, maka bangkai itu menjadikan najis benda cair tersebut.

Apabila bangkai ini muncul dari benda cair seperti ulatnya cukak dan buah-buahan, maka tidak menjadikan najis cairan tersebut sama sekali.

*_Najis Mugholladzhoh (Najis yang berat)_*

Semua binatang hukumnya suci kecuali anjing, babi, dan peranakan keduanya atau salah satunya hasil perkawinan dengan binatang yang suci.

Semua bangkai hukumnya adalah najis kecuali bangkai ikan (begitu juga semua hewan laut yang tidak bisa hidup di daratan), belalang dan anak adam.




*_( Abu 'Abdillah Ibnu Zubaidy Al-Bathy )_*

Khutbah maulid nabi

KEUTAMAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW

Di dalam kitab “An-Ni’matul Kubra ‘alal ‘Alami fi Maulidi Sayyidi Waladi Adam” halaman 5-7, karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami (909-974 H. / 1503-1566 M.), cetakan “Maktabah al-Haqiqat” Istambul Turki, diterangkan tentang keutamaan-keutamaan memperingati maulid Nabi Muhammad SAW.

1. Sayyidina Abu Bakar RA. berkata:
ﻣﻦ ﺃﻧﻔﻖ ﺩﺭﻫﻤﺎ ﻋﻠﻰ ﻗﺮﺍﺀﺓ ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻛﺎﻥ ﺭﻓﻴﻘﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻨﺔ
Barangsiapa membelanjakan satu dirham untuk mengadakan pembacaan Maulid Nabi SAW, maka ia akan menjadi temanku di surga

2. Berkata Sayyidina Umar RA.
ﻣﻦ ﻋﻈﻢ ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻘﺪ ﺃﺣﻴﺎ ﺍﻹﺳﻼﻡ
“Barangsiapa mengagungkan Maulid Nabi SAW, maka sesungguhnya ia telah menghidupkan Islam.”

3. Berkata Sayyidina Utsman RA.:
ﻣﻦ ﺃﻧﻔﻖ ﺩﺭﻫﻤﺎ ﻋﻠﻰ ﻗﺮﺍﺀﺓ ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻜﺄﻧﻤﺎ ﺷﻬﺪ ﻏﺰﻭﺓ ﺑﺪﺭ ﻭﺣﻨﻴﻦ
“Barangsiapa membelanjakan satu dirham untuk mengadakan pembacaan Maulid Nabi SAW, maka seakan-akan ia ikut-serta menyaksikan perang Badar dan Hunain.”

4. Sayyidina Ali RA. berkata:
ﻣﻦ ﻋﻈﻢ ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻛﺎﻥ ﺳﺒﺒﺎ ﻟﻘﺮﺍﺀﺗﻪ ﻻ ﻳﺨﺮﺝ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﺇﻻ ﺑﺎﻹﻳﻤﺎﻥ ﻭﻳﺪﺧﻞ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﺑﻐﻴﺮ ﺣﺴﺎﺏ
“Barangsiapa mengagungkan Maulid Nabi SAW, dan ia menjadi sebab dilaksanakannya pembacaan maulid Nabi, maka tidaklah ia keluar dari dunia melainkan dengan keimanan dan akan dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab.”

5. Imam Hasan Bashri RA. berkata:
ﻭﺩﺩﺕ ﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻟﻲ ﻣﺜﻞ ﺟﺒﻞ ﺃﺣﺪ ﺫﻫﺒﺎ ﻓﺄﻧﻔﻘﺘﻪ ﻋﻠﻰ ﻗﺮﺍﺀﺓ ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
“Aku senang sekali seandainya aku memiliki emas sebesar gunung Uhud, maka aku akan membelanjakannya untuk kepentingan memperingati maulid Nabi SAW.”

6. Imam Junaed al-Baghdadi, semoga Allah membersihkan sir (rahasia)-nya, berkata:
ﻣﻦ ﺣﻀﺮ ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻋﻈﻢ ﻗﺪﺭﻩ ﻓﻘﺪ ﻓﺎﺯ ﺑﺎﻹﻳﻤﺎﻥ
“Barangsiapa menghadiri peringatan Maulid Nabi SAW dan mengagungkan derajat beliau, maka sesungguhnya ia akan memperoleh kebahagian dengan penuh keimanan.”

7. Imam Ma’ruf al-Karkhi, semoga Allah membersihkan sir (rahasia)-nya:
ﻣﻦ ﻫﻴﺄ ﻃﻌﺎﻣﺎ ﻷﺟﻞ ﻗﺮﺍﺀﺓ ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻭ ﺟﻤﻊ ﺍﺧﻮﺍﻧﺎ ﻭ ﺃﻭﻗﺪ ﺳﺮﺍﺟﺎ ﻭ ﻟﺒﺲ ﺟﺪﻳﺪﺍ ﻭ ﺗﺒﺨﺮ ﻭ ﺗﻌﻄﺮ ﺗﻌﻈﻴﻤﺎ ﻟﻤﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﺣﺸﺮﻩ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻣﻊ ﺍﻟﻔﺮﻗﺔ ﺍﻷﻭﻟﻰ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺒﻴﻴﻦ ﻭ ﻛﺎﻥ ﻓﻰ ﺃﻋﻠﻰ ﻋﻠﻴﻴﻦ
“Barangsiapa menyediakan makanan untuk pembacaan Maulid Nabi SAW, mengumpulkan saudara-saudaranya, menyalakan lampu, memakai pakaian yang baru, memasang harum-haruman dan memakai wangi-wangian karena mengagungkan kelahiran Nabi SAW, niscaya Allah akan mengumpulkannya pada hari kiamat bersama golongan orang-orang yang pertama di kalangan para nabi dan dia akan ditempatkan di syurga yang paling atas (‘Illiyyin).”

8. Imam Fakhruddin ar-Razi berkata:
: ﻣﺎ ﻣﻦ ﺷﺨﺺ ﻗﺮﺃ ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﻣﻠﺢ ﺃﻭ ﺑﺮ ﺃﻭ ﺷﻴﺊ ﺃﺧﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺄﻛﻮﻻﺕ ﺍﻻ ﻇﻬﺮﺕ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺒﺮﻛﺔ ﻭ ﻓﻰ ﻛﻞ ﺷﻴﺊ ﻭﺻﻞ ﺍﻟﻴﻪ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻤﺄﻛﻮﻝ ﻓﺎﻧﻪ ﻳﻀﻄﺮﺏ ﻭ ﻻ ﻳﺴﺘﻘﺮ ﺣﺘﻰ ﻳﻐﻔﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﻷﻛﻠﻪ ﻭﺍﻥ ﻗﺮﺉ ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﻣﺎﺀ ﻓﻤﻦ ﺷﺮﺏ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﺩﺧﻞ ﻗﻠﺒﻪ ﺃﻟﻒ ﻧﻮﺭ ﻭ ﺭﺣﻤﺔ ﻭ ﺧﺮﺝ ﻣﻨﻪ ﺃﻟﻒ ﻏﻞ ﻭ ﻋﻠﺔ ﻭ ﻻ ﻳﻤﻮﺕ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻳﻮﻡ ﺗﻤﻮﺕ ﺍﻟﻘﻠﻮﺏ . ﻭ ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﺩﺭﺍﻫﻢ ﻣﺴﻜﻮﻛﺔ ﻓﻀﺔ ﻛﺎﻧﺖ ﺃﻭ ﺫﻫﺒﺎ ﻭ ﺧﻠﻂ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﺪﺭﺍﻫﻢ ﺑﻐﻴﺮﻫﺎ ﻭ ﻗﻌﺖ ﻓﻴﻬﺎ ﺍﻟﺒﺮﻛﺔ ﻭ ﻻ ﻳﻔﺘﻘﺮ ﺻﺎﺣﺒﻬﺎ ﻭ ﻻ ﺗﻔﺮﻍ ﻳﺪﻩ ﺑﺒﺮﻛﺔ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ
“Tidaklah seseorang yang membaca maulid Nabi saw. ke atas garam atau gandum atau makanan yang lain, melainkan akan tampak keberkatan padanya, dan setiap sesuatu yang sampai kepadanya (dimasuki) dari makanan tersebut, maka akan bergoncang dan tidak akan tetap sehingga Allah akan mengampuni orang yang memakannya.
Dan sekirannya dibacakan maulid Nabi saw. ke atas air, maka orang yang meminum seteguk dari air tersebut akan masuk ke dalam hatinya seribu cahaya dan rahmat, akan keluar daripadanya seribu sifat dengki dan penyakit dan tidak akan mati hati tersebut pada hari dimatikannya hati-hati itu.
Dan barangsiapa yang membaca maulid Nabi saw. pada suatu dirham yang ditempa dengan perak atau emas dan dicampurkan dirham tersebut dengan yang lainnya, maka akan jatuh ke atas dirham tersebut keberkahan dan pemiliknya tidak akan fakir serta tidak akan kosong tangannya dengan keberkahan Nabi saw.”

9. Imam Syafi’i, semoga Allah merahmatinya, berkata:
ﻣﻦ ﺟﻤﻊ ﻟﻤﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺇﺧﻮﺍﻧﺎ ﻭﻫﻴﺄ ﻃﻌﺎﻣﺎ ﻭﺃﺧﻠﻰ ﻣﻜﺎﻧﺎ ﻭﻋﻤﻞ ﺇﺣﺴﺎﻧﺎ ﻭﺻﺎﺭ ﺳﺒﺒﺎ ﻟﻘﺮﺍﺀﺗﻪ ﺑﻌﺜﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻣﻊ ﺍﻟﺼﺎﺩﻗﻴﻦ ﻭﺍﻟﺸﻬﺪﺍﺀ ﻭﺍﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﻭﻳﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﺟﻨﺎﺕ ﺍﻟﻨﻌﻴﻢ
“Barangsiapa mengumpulkan saudara-saudaranya untuk mengadakan Maulid Nabi, kemudian menyediakan makanan dan tempat serta melakukan kebaikan untuk mereka, dan dia menjadi sebab atas dibacakannya Maulid Nabi SAW, maka Allah akan membangkitkan dia bersama-sama golongan shiddiqin (orang-orang yang benar), syuhada (orang-orang yang mati syahid), dan shalihin (orang-orang yang shaleh) dan dia akan dimasukkan ke dalam surga-surga Na’im.”

10. Imam Sirri Saqathi, semoga Allah membersihkan sir (bathin)-nya:
ﻣﻦ ﻗﺼﺪ ﻣﻮﺿﻌﺎ ﻳﻘﺮﺃ ﻓﻴﻪ ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻘﺪ ﻗﺼﺪ ﺭﻭﺿﺔ ﻣﻦ ﺭﻳﺎﺽ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻷﻧﻪ ﻣﺎ ﻗﺼﺪ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻤﻮﺿﻊ ﺍﻻ ﻟﻤﺤﺒﺔ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ . ﻭﻗﺪ ﻗﺎﻝ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ : ﻣﻦ ﺃﺣﺒﻨﻲ ﻛﺎﻥ ﻣﻌﻲ ﻓﻰ ﺍﻟﺠﻨﺔ
“Barangsiapa pergi ke suatu tempat yang dibacakan di dalamnya maulid Nabi saw, maka sesungguhnya ia telah pergi ke sebuah taman dari taman-taman syurga, karena tidaklah ia menuju ke tempat-tempat tersebut melainkan karena cintanya kepada Nabi saw. Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa mencintaiku, maka ia akan bersamaku di dalam syurga.”

11. Imam Jalaluddin as-Suyuthi berkata:
ﻣﺎﻣﻦ ﺑﻴﺖ ﺃﻭ ﻣﺴﺠﺪ ﺃﻭ ﻣﺤﻠﺔ ﻗﺮﺉ ﻓﻴﻪ ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺇﻻ ﺣﻔﺖ ﺍﻟﻤﻼﺋﻜﺔ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﺃﻭ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﺃﻭ ﺍﻟﻤﺤﻠﺔ ﻭﺻﻠﺖ ﺍﻟﻤﻼﺋﻜﺔ ﻋﻠﻰ ﺃﻫﻞ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ ﻭﻋﻤﻬﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺑﺎﻟﺮﺣﻤﺔ ﻭﺍﻟﺮﺿﻮﺍﻥ .
ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻤﻄﻮﻓﻮﻥ ﺑﺎﻟﻨﻮﺭ ﻳﻌﻨﻰ ﺟﺒﺮﻳﻞ ﻭ ﻣﻴﻜﺎﺋﻴﻞ ﻭ ﺍﺳﺮﺍﻓﻴﻞ ﻭ ﻋﺰﺭﺍﺋﻴﻞ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﻓﺎﻧﻬﻢ ﻳﺼﻠﻮﻥ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﺳﺒﺒﺎ ﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ . ﻭ ﻗﺎﻝ ﺃﻳﻀﺎ : ﻣﺎ ﻣﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﻗﺮﺃ ﻓﻰ ﺑﻴﺘﻪ ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﺍﻻ ﺭﻓﻊ ﺍﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺍﻟﻘﺤﻂ ﻭﺍﻟﻮﺑﺎﺀ ﻭﺍﻟﺤﺮﻕ ﻭﺍﻟﻐﺮﻕ ﻭﺍﻷﻓﺎﺕ ﻭﺍﻟﺒﻠﻴﺎﺕ ﻭﺍﻟﺒﻐﺾ ﻭﺍﻟﺤﺴﺪ ﻭﻋﻴﻦ ﺍﻟﺴﻮﺀ ﻭﺍﻟﻠﺼﻮﺹ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﻓﺎﺫﺍ ﻣﺎﺕ ﻫﻮﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﺟﻮﺍﺏ ﻣﻨﻜﺮ ﻭﻧﻜﻴﺮ ﻭﻳﻜﻮﻥ ﻓﻰ ﻣﻘﻌﺪ ﺻﺪﻕ ﻋﻨﺪ ﻣﻠﻴﻚ ﻣﻘﺘﺪﺭ . ﻓﻤﻦ ﺃﺭﺍﺩ ﺗﻌﻈﻴﻢ ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻜﻔﻴﻪ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻘﺪﺭ . ﻭﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻋﻨﺪﻩ ﺗﻌﻈﻴﻢ ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻟﻮ ﻣﻸﺕ ﻟﻪ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻓﻰ ﻣﺪﺣﻪ ﻟﻢ ﻳﺤﺮﻙ ﻗﻠﺒﻪ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﺤﺒﺔ ﻟﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ .
“Tidak ada rumah atau masjid atau tempat yg di dalamnya dibacakan maulid Nabi SAW melainkan malaikat akan mengelilingi rumah atau masjid atau tempat itu, mereka akan memintakan ampunan untuk penghuni tempat itu, dan Allah akan melimpahkan rahmat dan keridhaan-Nya kepada mereka.”
Adapun para malaikat yang dikelilingi dengan cahaya adalah malaikat Jibril, Mika’il, Israfil, dan Izra’il as. Karena, sesungguhnya mereka memintakan ampunan kepada Allah swt untuk mereka yang menjadi sebab dibacakannya pembacaan maulid Nabi saw. Dan, dia berkata pula: Tidak ada seorang muslimpun yang dibacakan di dalam rumahnya pembacaan maulid Nabi saw melainkan Allah swt menghilangkan kelaparan, wabah penyakit, kebakaran, tenggelam, bencana, malapetaka, kebencian, hasud, keburukan makhluk, dan pencuri dari penghuni rumah itu. Dan, apabila ia meninggal, maka Allah akan memudahkan jawabannya dari pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir dan dia akan berada di tempat duduknya yang benar di sisi penguasa yang berkuasa. Dan, barangsiapa ingin mengagungkan maulid Nabi saw, maka Allah akan mencukupkan derajat ini kepadanya. Dan, barangsiapa di sisinya tidak ada pengagungan terhadap maulid Nabi saw, seandainya penuh baginya dunia di dalam memuji kepadanya, maka Allah tidak akan menggerakkan hatinya di dalam kecintaannya terhadap Nabi saw.

Smg cinta kita kpd Nabi tetap terjaga amin....
Wallahu a'lam

Selasa, 28 November 2017

MACAM-MACAM NAJIS DAN CARA MENGHILANGKANYA

MACAM-MACAM NAJIS DAN CARA MENGHILANGKANNYA

(فصل) وكل مائع خرج من السبيلين نجس إلا المني وغسل جميع الأبوال والأرواث واجب إلا بول الصبي الذي لم يأكل الطعام فإنه يطهر برش الماء عليه.

_*Najis*_ secara bahasa adalah sesuatu yang dianggap menjijikkan. Dan secara syara’ adalah setiap benda yang haram untuk dimakan atau diminum atau lainnya secara mutlak (baik sedikit ataupun banyak) dalam keadaan normal serta mudah untuk dibedakan, bukan karena kemuliannya, menjijikkannya dan bukan karena berbahaya pada badan atau akal.

Setiap benda cair yang keluar dari dua jalan (qubul dan dubur) hukumnya adalah najis. Hal ini mencakup benda yang biasa keluar seperti air seni dan kotoran, dan mencakup benda yang jarang keluar seperti darah dan nanah.

Kecuali sperma dari anak adam atau dari binatang selain anjing, babi dan peranakan dari keduanya atau salah satunya hasil dari perkawinan dengan binatang yang suci.

Begitu juga dikecualikan ulat dan setiap benda padat yang tidak diproses oleh lambung, maka hukumnya tidak najis, akan tetapi _mutanajjis_ (terkena najis) yang bisa dihukumi suci dengan dibasuh.

Membasuh semua jenis air kencing dan kotoran walaupun keduanya dari binatang yang dagingnya halal untuk dimakan, hukumnya adalah wajib.

Cara membasuh najis yang terlihat oleh mata dan disebut juga dengan _*“najis 'ainiyyah”*_ adalah dengan menghilangkan bendanya dan menghilangkan sifat-sifatnya, baik rasa, warna, atau baunya. Kemudian jika rasanya masih ada, maka belum dihukumi suci. Atau yang masih tersisa adalah warna atau bau yang sulit untuk dihilangkan, maka sudah dihukumi suci.

Adapun jika najisnya tidak terlihat oleh mata dan disebut juga dengan _*“najis hukmiyyah”*_, maka cukup dengan mengalirnya air pada tempat yang terkena najis tersebut, walaupun hanya satu kali aliran.

Kecuali air kencingnya anak kecil laki-laki yang belum melewati usia 2 tahun dan belum pernah memakan makanan, maksudnya belum pernah mengkonsumsi makanan dan minuman untuk penguat badan. Maka air kencing anak laki-laki tersebut sudah bisa suci dengan cara memercikkan air pada tempat najis. Dan dalam memercikkan air, tidak disyaratkan harus sampai mengalir.

Dan apabila anak kecil laki-laki tersebut telah mengkonsumsi makanan untuk penguat badan, maka air kencingnya harus dibasuh. Adapun air kencing anak kecil perempuan, maka harus dibasuh meskipun belum melewati dua tahun dan belum mengkonsumsi makanan untuk penguat badan.

Di dalam membasuh barang yang terkena najis, apabila airnya sedikit (kurang dari 2 _qullah_) maka disyaratkan untuk mengalirkan air pada barang tersebut. Namun jika barangnya dimasukkan ke dalam air sedikit, maka barang tersebut tidak dihukumi suci. Sedangkan apabila airnya banyak (2 _qullah_ atau lebih) maka tidak ada bedanya antara mengalirkan air ke barang tersebut, atau memasukkan barang tersebut ke dalam air yang banyak, dalam artian barang tersebut sama-sama dihukumi suci.




_*( Abu 'Abdillah Ibnu Zubaidy Al-Bathy )*_

Wallagu a'lam

PENJELASAN TENTANG SEORANG WALI YANG TERJATUH DALAM DOSA BESAR

PENJELASAN TENTANG SEORANG WALI YANG TERJATUH DALAM DOSA BESAR

Kadang seorang wali terjatuh dalam dosa besar tidak lama sebelum ia meninggal, namun ia tidak akan meninggal kecuali telah bertaubat seperti sahabat _Thalhah Bin 'Ubaidillah_ dan _Al-Zubair Bin Al-‘Awwam_ rodhiyallahu ‘anhuma. Keduanya telah memberontak kepada _Amirul Mukminin Ali Bin Abi Tholib_ rodhiyallahu ‘anhu dengan bergabung bersama orang-orang yang memeranginya di _Bashrah._ Kemudian Sayyidina Ali mengingatkan masing-masing dari keduanya sebuah hadits dari Nabi.

Ali berkata kepada Zubair: "Bukankah Rasulullah pernah bersabda kepadamu" :

(إِﻧَّﻚَ ﻟَﺘُﻘَﺎتِلَنَّ عَلِيًّا ﻭَﺃَﻧْﺖَ ﻇَﺎﻟِﻢٌ لَهُ) رواه الحاكم في المستدرك وصححه و وافقه الذهبي

Maknanya: “Sungguh engkau akan memerangi Ali dan ketika itu engkau tengah berbuat zhalim terhadapnya”. _(H.R. Al-Hakim_ dalam kitabnya _Al-Mustadrak_ dan ia menilainya shohih serta disetujui oleh _Al-Dzahabi)_

Zubair menjawab: "Aku lupa akan hadits tersebut". Lalu Zubair pergi meninggalkan medan perang seraya bertaubat atas apa yang telah ia lakukan, kemudian di jalan ia dikejar oleh seorang laki-laki dari pasukan Sayyidina Ali (yang bernama _'Amr Ibnu Jurmuz_) lalu dia membunuhnya. Sahabat Zubair telah bertaubat karena diingatkan oleh Sayyidina 'Ali, sehingga dia tidak meninggal kecuali dalam keadaan telah bertaubat.

Sedangkan Thalhah, Sayyidina Ali berkata kepadanya : "Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda" :

(مَنْ كُنْتُ مَوْلاَهُ فَعَلِيٌّ مَوْلاَهُ) أخرجه الترمذي

Maknanya: “Barangsiapa yang aku menjadi penolong baginya maka Ali juga menjadi penolong baginya”. _(H.R. Al-Tirmidzi)_

Maka Thalhah setelah itu pergi meninggalkan medan perang, tetapi _Marwan lbnu Al-Hakam_ melempar anak panah kepadanya. Begitu juga sahabat Thalhah juga telah bertaubat dan menyesal ketika  Sayyidina Ali menyebutkan hadits tersebut kepadanya.

Jadi masing-masing dari keduanya tidak meninggal kecuali dalam keadaan telah bertaubat. Dua hadits tersebut adalah hadits yang sahih, bahkan hadits kedua adalah _mutawatir_ (sebagaimana diriwayatkan oleh Imam _Al-Suyuthi_ dalam kitabnya _Al-Azhar Al-mutanatsiroh_).

_Al-Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ari_ telah menuturkan bahwa sahabat Thalhah dan Zubair, keduanya telah diampuni dosanya karena kabar gembira yang diperoleh oleh keduanya bersama delapan sahabat lainnya di satu majelis (bahwa mereka dijamin masuk surga). Ini berarti bahwa Al-Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ari menetapkan bahwa keduanya sebelumnya telah berbuat dosa.

Demikian pula beliau menegaskan tentang _Sayyidah ‘Aisyah_ rodhiyallahu 'anha, juga karena ia mendapatkan kabar gembira bahwasanya dia dijamin masuk surga. Sayyidah 'Aisyah juga sangat menyesal karena ia berdiri di pihak orang-orang yang memerangi Sayyidina Ali, sehingga ketika ia ingat perjalanannya ke _Bashrah_ dan berdiri di pihak orang-orang yang memerangi Sayyidina Ali, ia menangis tersedu-sedu hingga kerudungnya basah oleh air matanya. Dan hal ini juga _mutawatir_ sebagaimana diriwayatkan oleh _Ibnu Sa'ad_ dan _Ibnu 'Abdil Barr._

Al-Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ari berkata tentang orang-orang yang memerangi Ali (selain Thalhah dan Zubair) dalam peperangan _Jamal_ dan _Shiffin_ yang berperang bersama _Mu’awiyah_ memberontak terhadap Sayyidina 'Ali bahwa mereka mungkin dan sah-sah saja apabila Allah mengampuni dosa-dosa mereka.

Demikian dinukil dari Al-Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ari oleh _Al-Imam Abu Bakr lbn Furak_ dalam kitabnya _Mujarrad Maqalat Al-Asy’ari_. Ibnu Furak adalah murid dari muridnya Abu Al-Hasan Al-Asy’ari, yaitu _Abu Al-Hasan Al-Bahili._

Dugaan sebagian orang yang tidak berilmu bahwa seorang wali tidak akan jatuh dalam perbuatan maksiat adalah kebodohan yang buruk sekali. Bahkan _Syekh Kholid Al-Naqsyabandi_ mengatakan bahwasanya orang yang mengira bahwa seorang wali tidak jatuh dalam kemaksiyatan maka orang tersebut tidak tahu perbedaan antara nabi dan wali. Tiga orang tersebut : _Thalhah_, _Zubair_ dan
_‘Aisyah_ adalah para wali yang derajatnya sangat mulia.






_*( Abu 'Abdillah Ibnu Zubaidy Al-Bathy )*_

Wallahu a'lam

Isnin, 27 November 2017

Hukum istri menggugat cerai suami

HUKUM ISTRI MENGGUGAT CERAI SUAMI (KHULU’)

Perceraian adalah perkara halal yang paling dibenci oleh Allah. Perceraian dipilih ketika dibutuhkan saja, yaitu apabila mempertahankan pernikahan akan mengakibatkan mudharat yang lebih besar. Dan jika tidak sangat diperlukan maka perceraian menjadi makruh karena mengakibatkan bahaya yang tidak bisa ditutupi.
Bagi wanita, meminta cerai adalah perbuatan sangat buruk. Dan Islam melarangnya dengan menyertakan ancaman bagi pelakunya, jika tanpa adanya alasan yang dibenarkan.

الطَّلاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْزَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ وَلا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئاً إِلاّض أَنْ يَخَافَا أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَعْتَدُوهَا وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, MAKA TIDAK ADA DOSA ATAS KEDUANYA TENTANG BAYARAN YANG DIBERIKAN OLEH ISTRI UNTUK MENEBUS DIRINYA. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Baqarah 2:229)

Syariat Islam memberikan jalan keluar bagi pasangan suami istri ketika mereka tidak lagi merasakan ketenangan dan kebahagiaan dalam keluarganya. Baik dalam bentuk cerai yang itu berada di tangan suami atau gugat cerai (khulu’) sebagai jalan keluar bagi istri yang tidak memungkinkan lagi untuk tinggal bersama suami. Dan semuanya harus dilakukan dengan aturan yang telah ditetapkan syariat.

HUKUM ISTRI MENGGUGAT CERAI SUAMI (KHULU’)

Terdapat beberapa hadits yang menjelaskan hal ini, diantaranya,

Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أيُّما امرأةٍ سألت زوجَها طلاقاً فِي غَير مَا بَأْسٍ؛ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الجَنَّةِ
“Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai tanpa kondisi mendesak maka haram baginya bau surga” (HR Abu Dawud no 2226, At-Turmudzi 1187).

Hadits ini menunjukkan ancaman yang sangat keras bagi seorang wanita yang meminta perceraian tanpa ada sebab yang diizinkan oleh syariat.

Dalam Aunul Ma’bud, Syarh sunan Abu Daud dijelaskan makna ‘tanpa kondisi mendesak’,
أي لغير شدة تلجئها إلى سؤال المفارقة
“Yaitu tanpa ada kondisi mendesak memaksanya untuk meminta cerai…” (Aunul Ma’bud, 6:220)

Dalam hadis lain, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمُنْتَزِعَاتُ وَالْمُخْتَلِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ
“Para wanita yang berusaha melepaskan dirinya dari suaminya, yang suka khulu’ (gugat cerai) dari suaminya, mereka itulah para wanita munafiq.” (HR. Nasa’i 3461)

Al-Munawi menjelaskan hadis di atas,
أي اللاتي يبذلن العوض على فراق الزوج بلا عذر شرعي
“Yaitu para wanita yang mengeluarkan biaya untuk berpisah dari suaminya tanpa alasan yang dibenarkan secara syariat.’

Beliau juga menjelaskan makna munafiq dalam hadis ini,
نفاقاً عملياً والمراد الزجر والتهويل فيكره للمرأة طلب الطلاق بلا عذر شرعي
‘Munafiq amali (munafiq kecil). Maksudnya adalah sebagai larangan keras dan ancaman. Karena itu, sangat dibenci bagi wanita meminta cerai tanpa alasan yang dibenarkan secara syariat.’ (At-Taisiir bi Syarh al-Jaami’ as-Shogiir, 1:607).

HAL-HAL YANG MEMBOLEHKAN GUGAT CERAI SUAMI

Hadits-hadits di atas tidaklah memaksa wanita untuk tetap bertahan dengan suaminya sekalipun dalam keadaan tertindas. Karena yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah melakukan gugat cerai tanpa alasan yang dibenarkan. Artinya, jika itu dilakukan karena alasan yang benar, syariat tidak melarangnya, bahkan dalam kondisi tertentu, seorang wanita wajib berpisah dari suaminya.

Apa saja yang membolehkan para istri untuk melakukan gugat cerai? Imam Ibnu Qudamah telah menyebutkan kaidah dalam hal ini. Beliau mengatakan,
وجمله الأمر أن المرأة إذا كرهت زوجها لخلقه أو خلقه أو دينه أو كبره أو ضعفه أو نحو ذلك وخشيت أن لا تؤدي  حق الله في طاعته جاز لها أن تخالعه بعوض تفتدي به نفسها  منه
“Kesimpulan masalah ini, bahwa seorang wanita, jika membenci suaminya karena akhlaknya atau karena fisiknya atau karena agamanya, atau karena usianya yang sudah tua, atau karena dia lemah, atau alasan yang semisalnya, sementara dia khawatir tidak bisa menunaikan hak Allah dalam mentaati sang suami, maka boleh baginya untuk meminta khulu’ (gugat cerai) kepada suaminya dengan memberikan biaya/ganti untuk melepaskan dirinya.” (al-Mughni, 7:323).

Berikut beberapa kasus yang membolehkan sang istri melakukan gugat cerai,
1. Jika sang suami sangat nampak membenci sang istri, akan tetapi sang suami sengaja tidak ingin menceraikan sang istri agar sang istri menjadi seperti wanita yang tergantung.
2. Akhlak suami yang buruk terhadap sang istri, seperti suka menghinanya atau suka memukulnya.
3. Agama sang suami yang buruk, seperti sang suami yang terlalu sering melakukan dosa-dosa, seperti minum khomr, berjudi, berzina, atau sering meninggalkan sholat, suka mendengar musik, dll
4. Jika sang suami tidak menunaikan hak utama sang istri, seperti tidak memberikan nafkah kepadanya, atau tidak membelikan pakaian untuknya, dan kebutuhan-kebutuhan primer yang lainnya, padahal sang suami mampu.
5. Jika sang suami ternyata tidak bisa menggauli istrinya dengan baik, misalnya jika sang suami cacat, atau tidak bisa melakukan hubungan biologis, atau tidak adil dalam mabit (jatah menginap), atau tidak mau atau jarang memenuhi kebutuhan biologisnya karena condong kepada istri yang lain.
6. Jika sang wanita sama sekali tidak membenci sang suami, hanya saja sang wanita khawatir tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri sehingga tidak bisa menunaikan hak-hak suaminya dengan baik. Maka boleh baginya meminta agar suaminya meridoinya untuk khulu’, karena ia khawatir terjerumus dalam dosa karena tidak bisa menunaikan hak-hak suami.
7. Jika sang istri membenci suaminya bukan karena akhlak yang buruk, dan juga bukan karena agama suami yang buruk. Akan tetapi sang istri tidak bisa mencintai sang suami karena kekurangan pada jasadnya, seperti cacat, atau buruknya suami.

GUGAT CERAI OLEH ISTRI

Yaitu perceraian yang dilakukan oleh istri kepada suami. Cerai model ini dilakukan dengan cara mengajukan permintaan perceraian kepada Pengadilan Agama. Dan perceraian tidak dapat terjadi sebelum Pengadilan Agama memutuskan secara resmi.

Ada dua istilah yang dipergunakan pada kasus gugat cerai oleh istri, yaitu fasakh dan khulu’:

1. FASAKH

Fasakh adalah pengajuan cerai oleh istri tanpa adanya kompensasi yang diberikan istri kepada suami, dalam kondisi di mana:
Suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan berturut-turut;
1. Suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa ada kabar berita (meskipun terdapat kontroversi tentang batas waktunya);
2. Suami tidak melunasi mahar (mas kawin) yang telah disebutkan dalam akad nikah, baik sebagian ataupun seluruhnya (sebelum terjadinya hubungan suamii istri); atau
3. Adanya perlakuan buruk oleh suami seperti penganiayaan, penghinaan, dan tindakan-tindakan lain yang membahayakan keselamatan dan keamanan istri.

Jika gugatan tersebut dikabulkan oleh Hakim berdasarkan bukti-bukti dari pihak istri, maka Hakim berhak memutuskan (tafriq) hubungan perkawinan antara keduanya.

2. KHULU’

Khulu’ adalah kesepakatan penceraian antara suami istri atas permintaan istri dengan imbalan sejumlah uang (harta) yang diserahkan kepada suami. Khulu' disebut dalam QS Al-Baqarah 2:229.

Adapun dalil haditsnya adalah sebuah hadits shahih yang mengisahkan tentang istri Tsabit bin Qais bin Syammas bernama Jamilah binti Ubay bin Salil yang datang pada Rasulullah dan meminta cerai karena tidak mencintai suaminya. Rasulullah lalu menceraikan dia dengan suaminya setelah sang istri mengembalikan mahar.
[Hadits riwayat Bukhari no. 4973; riwayat Baihaqi  dalam Sunan al-Kubro no. 15237; Abu Naim dalam Al-Mustakhroj no. 5275; 

Teks asal dari Sahih Bukhari sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ جَاءَتِ امْرَأَةُ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ مَا أَنْقِمُ عَلَى ثَابِتٍ فِي دِينٍ وَلَا خُلُقٍ إِلَّا أَنِّي أَخَافُ الْكُفْرَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ فَقَالَتْ نَعَمْ فَرَدَّتْ عَلَيْهِ وَأَمَرَهُ فَفَارَقَهَا

DEFINISI KHULU’

Definisi khuluk menurut madzhab Syafi’i adalah sebagai berikut:
الخلع شرعا هو اللفظ الدال على الفراق بين الزوجين بعوض متوفرة فيه الشروط الآتي بيانها في شروط العوض فكل لفظ يدل على الطلاق صريحا كان أو كناية يكون خلعا يقع به الطلاق البائن وسيأتي بيان ألفاظ الطلاق في الصيغة وشروطها
(Khulu’ secara syariah adalah kata yang menunjukkan atas putusnya hubungan perkawinan antara suami istri dengan tebusan [dari istri] yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Setiap kata yang menunjukkan pada talak, baik sharih atau kinayah, maka sah khulu-nya dan terjadi talak ba’in.) [Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, IV/185 mengutip definisi khuluk menurut madzhab Syafi’i].

Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari mendefinisikan khuluk demikian:
الخلع هو أن تفتدي المرأة نفسها بمال تدفعه لزوجها، أو هو فراق الزوجة على مال
(Khuluk adalah istri yang menebus dirinya sendiri dengan harta yang diberikan pada suami atau pisahnya istri dengan membayar sejumlah harta). [Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, IX/490; Mu’jam Al-Mustalahat al-Fiqhiyah, II/46 – 48)].

HUKUM KHULU’

Adapun hukum asal dari gugat cerai adalah boleh. Imam Nawawi menyatakan:
وأصل الخلع مجمع على جوازه ، وسواء في جوازه خالع على الصداق أو بعضه ، أو مال آخر أقل من الصداق ، أو أكثر ، ويصح في حالتي الشقاق والوفاق ،
(Hukum asal dari khulu’ adalah boleh menurut ijmak ulama. Baik tebusannya berupa seluruh mahar atau sebagian mahar atau harta lain yang lebih sedikit atau lebih banyak. Khulu’ sah dalam keadaan konflik atau damai.) [ Abu Syaraf An-Nawawi dalam Raudah at-Talibin 7/374;  Al-Hashni dalam Kifayatul Akhyar, III/40].

Al-Jaziri membagi hukum khuluk menjadi boleh, wajib, haram, dan makruh:
الخلع نوع من الطلاق لأن الطلاق تارة يكون بدون عوض وتارة يكون بعوض والثاني هو الخلع وقد عرفت أن الطلاق يوصف بالجواز عند الحاجة التي تقضي الفرقة بين الزوجين وقد يوصف بالوجوب عند عجز الرجل عن الإنفاق والاتيان وقد يوصف بالتحريم إذا ترتب عليه ظلم المرأة والأولاد وقد يوصف بغير ذلك من الأحكام المتقدم ذكرها هناك على أن الأصل فيه المنع وهو الكراهة عند بعضهم والحرمة عند بعضهم ما لم تفض الضرورة إلى الفراق
(Khuluk itu setipe dengan talak. Karena, talak itu terkadang tanpa tebusan dan terkadang dengan tebusan. Yang kedua disebut khuluk. Seperti diketahui bahwa talak itu boleh apabila diperlukan. Terkadang wajib apabila suami tidak mampu memberi nafkah. Bisa juga haram apabila menimbulkan kezaliman pada istri dan anak. Hukum asal adalah makruh menurut sebagian ulama dan haram menurut sebagian yang lain selagi tidak ada kedaruratan untuk melakukannya). [Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, IV/186].

As-Syairazi dalam Al-Muhadzab menyatakan bahwa khuluk itu boleh secara mutlak walaupun tanpa sebab asalkan kedua suami istri sama-sama rela.  Apalagi kalau karena ada sebab, baik sebab yang manusiawi seperti istri sudah tidak lagi mencintai suami; atau sebab yang syar’i seperti suami tidak shalat atau tidak memberi nafkah.
إذا كرهت المرأة زوجها لقبح منظر أو سوء عشرة وخافت أن لا تؤدي حقه جاز أن تخالعه على عوض لقوله عز و جل { فإن خفتم أن لا يقيما حدود الله فلا جناح عليهما فيما افتدت به } [ البقرة : 229 ] وروي أن جميلة بنت سهل كانت تحث ثابت بن قيس بن الشماس وكان يضربها فأتت إلى النبي ( ص ) وقالت : لا أنا ولا ثابت وما أعطاني فقال رسول الله ( ص ) [ خذ منها فأخذ منها فقعدت في بيتها ] وإن لم تكره منه شيئا وتراضيا على الخلع من غير سبب جاز لقوله عز و جل { فإن طبن لكم عن شيء منه نفسا فكلوه هنيئا مريئا } [ النساء : 4 ]
(Apabila istri tidak menyukai suaminya karena buruk fisik atau perilakunya dan dia kuatir tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, maka boleh mengajukan gugat cerai dengan tebusan karena adanya firman Allah dalam QS Al Baqaran 2:229 dan hadits Nabi dalam kisab Jamilah binti Sahl, istri Tsabit bin Qais. … Apabila istri tidak membenci suami akan tetapi keduanya sepakat untuk khuluk tanpa sebab maka itupun dibolehkan karena adanya firman Allah dalam QS An Nisa 4:4). [As-Syairozi, Al-Muhadzab,  II/289].

KHULU’ DI LUAR PENGADILAN

Khuluk, sebagaimana halnya talak, dapat dilakukan secara langsung antara suami istri tanpa melibatkan hakim dan pengadilan agama. Seperti dikatakan Imam Nawawi dalam Al-Majmuk Syarh al-Muhadzab:
ويجوز الخلع من غير حاكم لأنه قطع عقد بالتراضي جعل لدفع الضرر، فلم يفتقر إلى الحاكم كالإقالة في البيع.
(Khuluk dapat dilakukan tanpa hakim karena khuluk merupakan pemutusan akad dengan saling sukarela yang bertujuan untuk menolak kemudaratan. Oleh karena itu ia tidak membutuhkan adanya hakim sebaagaimana iqalah dalam transaksi jual beli). [Imam Nawawi, Al-Majmuk Syarh al-Muhadzab, XVII/13].

Walaupun khuluk dapat dilakukan di luar pengadilan, namun secara formal itu tidak diakui negara. Untuk mengesahkannya secara legal formal menurut undang-undang Indonesia, maka pihak yang berperkara tetap harus mengajukannya ke Pengadilan Agama.[KHI (Kompilasi Hukum Islam) , Bab XVI Pasal 114]

Harus juga diingat, bahwa proses perceraian di Pengadilan Agama dapat dilakukan apabila memenuhi sejumlah persyaratan yang ditentukan. Seperti, terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), suami tidak memberi nafkah, ditinggal suami selama 2 tahun berturut-turut, dan lain-lain. [KHI (Kompilasi Hukum Islam) , Bab XVI Pasal 116].

KHULU’ DI PENGADILAN AGAMA

Suatu gugatan perceraian akan diakui negara dan akan memiliki kekuatan legal formal apabila dilakukan di Pengadilan Agama dan diputuskan oleh seorang Hakim. [Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum PP No 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan]

Untuk mengajukan gugatan cerai atau khulu’, seorang istri atau wakilnya dapat mendatangi Pengadilan Agama (PA) di wilayah tempat tinggalnya. Bagi yang tinggal di Luar Negeri, gugatan diajukan di PA wilayah tempat tinggal suami. Bila istri dan suami sama-sama tinggal di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama di wilayah tempat keduanya menikah dulu, atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat. [Pasal 73 UU No 7/89 tentang Peradilan Agama].

Berbeda dengan khuluk yang dilakukan di luar Pengadilan, maka gugat cerai yang diajukan melalui lembaga pengadilan harus memenuhi syarat-syarat antara lain:
1. Suami berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya;
2. suami meninggalkan anda selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ada ijin atau alasan yang jelas dan benar, artinya: suami dengan sadar dan sengaja meninggalkan anda;
3. suami dihukum penjara selama (lima) 5 tahun atau lebih setelah perkawinan dilangsungkan;
4. suami bertindak kejam dan suka menganiaya anda;
5. suami tak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami karena cacat badan atau penyakit yang dideritanya;
6. terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus tanpa kemungkinan untuk rukun kembali;
7. suami melanggar taklik-talak yang dia ucapkan saat ijab-kabul;
8. suami beralih agama atau murtad yang mengakibatkan ketidaakharmonisan dalam keluarga. []Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 19 PP No 9 tahun 1975.

Syarat-syarat di atas tentu saja harus disertai dengan adanya saksi dan bukti-bukti yang menguatkan gugatan.

GUGAT CERAI TANPA KERELAAN SUAMI

Gugat cerai pada dasarnya harus dilakukan atas sepengetahuan dan kerelaan suami. Karena pihak yang memberi kata cerai dalam khuluk adalah suami. Jadi, kalau suami tidak rela atau tidak mau meluluskan gugatan perceraian istri, maka khuluk tidak bisa terjadi.

Namun demikian, dalam situasi tertentu Hakim di Pengadilan Agama dapat meluluskan gugat cerai tanpa persetujuan atau bahkan tanpa kehadiran suami apabila berdasarkan pertimbangan tertentu Hakim menganggap bahwa perceraian itu lebih baik bagi pihak penggugat yaitu istri. Misalnya, karena terjadinya konflik yang tidak bisa didamaikan, atau suami tidak bertenggung jawab, terjadi KDRT yang membahayakan istri dan lain sebagainya. [Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah, II/290].

Dalam konteks ini, maka hakim dapat menceraikan keduanya bukan dalam akad khuluk tapi talak biasa. Dalam Al-Mausuah Al-Fiqhiyah dinyatakan:
وبضرر زوج لزوجته – نحو: لم نزل نسمع عن الثقات وغيرهم أنه يضارها فيطلقها عليه الحاكم
(Disebabkan perilaku suami yang membahayakan istri, misalnya ada berita dari sejumlah sumber terpercaya bahwa suami melakukan kekerasan pada istri, maka hakim dapat menceraikan keduanya.). [Al-Mausuah Al-Fiqhiyah, XII/285].

Apabila suami tidak memiliki kesalahan signifikan pada istri, hanya istri kurang menyukai suami dan kuatir tidak dapat memenuhi hak-hak suami dan kewajibannya sebagai istri, maka istri dapat mengajukan khuluk dan sunnah bagi suami untuk meluluskannya.  Apabila suami tidak rela dan tidak mau, maka ada dua pendapat ulama. Pendapat pertama, hakim tidak boleh memaksa suami. Konsekuensinya, hakim tidak dapat menceraikan mereka. Ini pandangan mayoritas ulama, termasuk madzhab Syafi’i.

Pendapat kedua, hakim boleh memaksakan kehendak istri untuk bercerai walaupun suami tidak rela.  Pandangan ini terutama berasal dari madzhab Hanbali.  Al-Mardawi dalam Al-Inshaf: menyatakan:
وإذا كانت المرأة مبغضة للرجل وتخشى أن لا تقيم حدود الله في حقه فلا بأس أن تفتدي نفسها منه، فيباح للزوجة ذلك والحالة هذه على الصحيح من المذهب وعليه أكثر الأصحاب وجزم الحلواني بالاستحباب، وأما الزوج فالصحيح من المذهب أنه يستحب له الإجابة إليه وعليه الأصحاب. واختلف كلام الشيخ تقي الدين رحمه الله في وجوب الإجابة إليه. وألزم به بعض حكام الشام المقادسة الفضلاء
(Apabila istri marah pada suami dan takut tidak dapat menjalankan perintah Allah dalam memenuhi hak-hak suami maka istri boleh melakukan gugat cerai. … Al-Halwani menyatakan gugat cerai dalam konteks ini sunnah. Adapun suami maka menurut pendapat yang sahih adalah sunnah mengabulkan permintaan istri. Syekh Taqiuddin dan sebagian hakim Suriah menyatakan bahwa suami wajib memenuhi permintaan istri.) [Al-Mardawi, Al-Inshaf, VIII/382].

KESIMPULAN

Khuluk atau gugat cerai dari seorang istri pada suami hukumnya boleh dan sah dilakukan kapan saja baik dalam damai atau karena konflik rumah tangga. Karena faktor kesalahan suami atau karena istri tidak lagi mencintai suami. Dengan syarat adanya kerelaan suami. Dan dapat dilakukan di depan pengadilan atau di luar pengadilan.

Gugat cerai di Pengadilan Agama yang disebabkan oleh perilaku suami yang tidak bertanggungjawab dapat diluluskan oleh hakim dengan sistem talak (bukan khuluk) tanpa perlu persetujuan suami.

Adapun gugat cerai yang murni karena istri tak lagi mencintai suami, bukan karena kesalahan suami, maka suami disunnahkan untuk menerima permintaan istri. Dalam konteks ini, maka ulama berbeda pendapat ada yang MEMBOLEHKAN dan ada yang MELARANG. Wallahu a’lam bis-Shawab dan semoga bermanfa’at. Aamiin

Kufur

KAIDAH TENTANG KUFUR PERKATAAN 2

Para ulama mengatakan : Adapun lafazh yang _sharih_, yakni yang tidak mempunyai makna kecuali hanya satu makna saja yang meniscayakan pengkafiran (mengakibatkan seseorang yang mengucapkan kalimat tersebut terjerumus dalam kekufuran), maka pengucapnya dihukumi kafir seperti perkataan “Aku adalah Allah”. Bahkan meskipun kata-kata ini keluar dari seorang wali dalam keadaan hilang akalnya maka ia _dita’zir_ (ditegur dan diperingatkan), meskipun ketika itu dia tidak dalam keadaan _mukallaf_ (tidak dalam tuntutan syari'at). Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh _‘Izzuddin lbnu 'Abdissalam_, karena _ta’zir_ (teguran dan peringatan) bisa berpengaruh terhadap orang yang hilang akalnya sebagaimana juga berpengaruh kepada orang yang sadar yang berakal dan sebagaimana juga berpengaruh kepada seekor hewan. Ketika seekor hewan mendadak liar dan memberontak lalu dipukul maka ia akan menahan dirinya untuk memberontak (berhenti dari memberontak), padahal hewan tersebut tidak berakal. Demikian pula seorang wali yang mengucapkan kekufuran dalam keadaan hilang akalnya ketika ditegur atau diteriaki ia akan berhenti dari apa yang dikatakannya secara naluriah, karena ia takut terhadap teguran dan peringatan tersebut.

Perlu ditegaskan bahwasanya seorang wali tidak akan keluar darinya kekufuran dalam keadaan sadar akalnya, kecuali dalam keadaan salah mengucapkan tanpa dikehendaki olehnya, karena seorang wali terjaga dari kekufuran, meskipun ia tidak terjaga dari dosa besar dan kecil. Adapun dosa besar dan kecil bisa saja terjadi bagi seorang wali, namun hal ini tidak akan berkelanjutan dan ia akan bertaubat sesegera mungkin.

Suatu ketika _Imam Junaid Al-Baghdadi_ -rhodiyallahu 'anhu- ditanya oleh seseorang : "Apakah seorang wali bisa terjatuh dalam dosa besar ?", kemudian beliau menjawab : "Allah telah berfirman :

(وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا)
[Surat Al-Ahzab 38]

maknanya : "Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku".

Maksud dari perkataan _Imam Junaid Al-Baghdadi_ adalah apabila Allah Ta'ala telah menghendaki seorang wali terjatuh dalam dosa besar, maka hal itu akan terjadi sesuai kehendak Allah, karena ketetapan Allah adalah ketetapan yang pasti berlaku.

PEMBAGIAN KUFUR YANG KETIGA : TA'THIL

Ta’thil (atheisme)*, yaitu mengingkari adanya Allah, ini adalah macam kekufuran yang paling berat.

Para 'ulama mengatakan bahwasanya setiap orang mukallaf wajib mengetahui _dalil 'aqli_ (bukti dengan akal) tentang adanya Allah subhanahu wa ta'ala secara _ijmal_ (garis besar) yaitu dengan mengatakan : "Sebuah tulisan menunjukkan akan adanya seorang penulis, begitu juga sebuah bangunan menunjukkan akan adanya orang yang membangun. Dan tulisan maupun bangunan termasuk bagian dari alam semesta maka sudah pasti adanya alam semesta ini menunjukkan akan adanya Dzat yang menciptakan yaitu Allah Ta'ala".

Adapun mengetahui _dalil aqli_ tentang adanya Allah secara _tafshili_ (terperinci) hukumnya adalah _wajib kifa'i_ yaitu apabila sebagian orang mukallaf sudah mengetahuinya maka gugurlah kewajiban bagi orang mukallaf lainnya.

Hukum orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya _(tasybih)_ adalah kufur secara pasti. Dan cara untuk menghindari _tasybih_ adalah dengan mengikuti kaidah yang pasti yaitu :

مهما تصورت ببالك فالله بخلاف ذلك

Maknanya: “Apapun yang terlintas dalam hatimu, maka Allah tidak seperti yang kamu bayangkan”.

Kaidah ini telah disepakati oleh ahli kebenaran _(ahlussunnah wal jama'ah)._ Dan kaidah ini diambil dari firman Allah :

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

[Surat As-Syuro : 11]

Maknanya: “Tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai Allah dari satu segi maupun semua segi”.

Dan juga dengan mencermati apa yang telah diriwayatkan dari _Abu Bakar Al-Shiddiq_ (dalam bentuk syi’ir dengan _bahar rojaz_) :

العجز عن درك الإدراك إدراك * والبحث عن ذاته كفر وإشراك

Maknanya: “Mengaku lemah untuk mengetahui hakekat Allah adalah keimanan yang sebenarnya dan mencoba mencari dzat Allah adalah kekufuran dan kesyirikan”.

Dan juga mencermati perkataan sebagian ulama : "Tidak ada yang  mengetahui hakekat Allah kecuali hanya Allah Ta’ala".

Pengetahuan kita tentang Allah (cara kita mengenal Allah) bukanlah dengan mengetahui secara keseluruhan segala tentang Allah _(ihathoh)_, akan tetapi dengan mengetahui sifat yang wajib bagi Allah seperti wajibnya Allah ta’ala bersifat _qidam_ (tidak ada permulaan bagi Allah) dan mensucikan Allah dari sifat-sifat yang mustahil bagi-Nya, seperti mustahil adanya sekutu bagi Allah dan mengetahui sifat yang _jaiz_ (boleh) bagi Allah ta’ala seperti menciptakan sesuatu atau tidak menciptakannya sesuai kehendak Allah.

_Imam Al-Rifa’I_ berkata :

غاية المعرفة بالله الإيقان بوجوده تعالى بلا كيف ولا مكان

Maknanya : “Puncak pengetahuan hamba tentang Allah adalah meyakini (tanpa ragu) adanya Allah Ta’ala tanpa disifati dengan sifat-sifat makhluk dan Allah ada tanpa membutuhkan tempat”.





_*( Abu 'Abdillah Ibnu Zubaidy Al-Bathy )*_

Wallahu a'lam

Ahad, 26 November 2017

Sejarah peringatan maulid nabi

🌹🌹🌹🌹

*Peringatan Mawlid Nabi Menurut Ahlussunnah wal-Jama'ah*

🌴SEJARAH PERINGATAN MAULID NABI🌴

Peringatan maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh raja Irbil; Muzhaffar ad-Din al-Kawkabri pada awal abad ke 7 H.

Ibnu Katsir dalam Tarikhnya berkata:

“Raja Muzhaffar mengadakan peringatan maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awwal dan beliau merayakannya secara besar-besaran.

Beliau adalah seorang pemberani, pahlawan, alim dan adil – semoga Allah merahmatinya.”

Dijelaskan oleh cucu Ibnu al-Jawzi bahwa dalam peringatan tersebut beliau mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh para ulama’ dalam berbagai disiplin ilmu, baik ulama’ fiqih, hadits, kalam, ushul, tasawwuf dan lainnya.
Sejak tiga hari sebelum hari pelaksanaan beliau telah melakukan persiapan, ribuan kambing dan unta disembelih untuk hidangan para tamu yang akan hadir.
Para ulama’ ketika itu membenarkan apa yang dilakukan oleh raja dan mereka menganggap baik perayaan maulid Nabi yang untuk pertama kalinya digelar.

Ibnu Khallikan dalam kitab “Wafayat al-A’yan” menerangkan bahwa al-Hafizh Ibnu Dihyah datang dari Maroko menuju Syam untuk selanjutnya menuju Irak, ketika melintasi daerah Irbil pada tahun 604 H, ia mendapati Raja Irbil sangat besar perhatiannya terhadap perayaan Maulid Nabi, karenanya ia menulis sebuah buku maulid yang diberi nama “at-Tanwir fi Maulid al-Basyir an-Nazhir” dan dihadiahkan kepada raja.

Para ulama’ ketika itu dan setelahnya sampai sekarang menganggap bahwa perayaan maulid Nabi adalah sesuatu yang baik, di antaranya adalah:

✔ al-Hafizh Ibnu Dihyah (W. 633 H),

✔ al-Hafizh al-Iraqi (W. 806 H),

✔ al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani (W. 852 H),

✔ al-Hafizh as-Suyuthi (W. 911 H),

✔ al-Hafizh as-Sakhawi (W. 902 H),

✔ Syeikh Ibnu Hajar al-Haytami (W. 974 H)

✔ dan masih banyak lagi yang lain.

◻ Maka semenjak saat itulah perayaan maulid Nabi menjadi tradisi ummat Islam di seluruh belahan dunia setiap bulan Rabiul Awwal.

◻ Hukum Peringatan Maulid Nabi.

Peringatan maulid Nabi Muhammad dengan membaca sebagian ayat dan menyebutkan sebagian sifat-sifat Nabi yang mulia, ini adalah perkara yang penuh berkah dan kebaikan yang agung, jika memang perayaan tersebut terhindar dari bid’ah-bid’ah sayyiah yang dicela oleh syara’.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa perayaan maulid Nabi mulai dilakukan pada permulaan abad ke 7 H, ini berarti kegiatan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi, para sahabat dan generasi salaf.

Meskipun demikian tidak berarti perayaan maulid Nabi dilarang atau haram karena sesuatu yang tidak dilakukan Nabi belum tentu bertentangan dengan ajaran Nabi.

Dalam kasus peringatan maulid Nabi para ulama’ menggolongkannya ke dalam bid’ah hasanah (perkara baru yang selaras dengan al-Qur’an dan tidak bertentangan dengannya).

🌴🌹ilmu ahlussunnah adalah kunci masuk surga🌹🌴

علم أهل السنة مفتاح الجنة

✍🏻silahkan share....semoga bermanfaat...😊

Wallahu a'lam

Kufur perkataan

_*Ayo Ngaji 13*_

KAIDAH TENTANG KUFUR PERKATAAN

Lafadz yang mempunyai dua makna dimana salah satu dari keduanya mengandung arti kekufuran dan yang lain tidak mengandung arti kekufuran, dan makna yang kufur tersebut _dzhohir_ (dalam artian apabila kalimat tersebut diucapkan, makna yang terlintas pertama kali dalam hati adalah makna kufur. Tetapi kalimat tersebut mempunyai kemungkinan bermakna selain kufur), maka orang yang mengatakannya tidak dihukumi keluar dari agama Islam sampai diketahui makna manakah yang ia inginkan. Apabila dia mengatakan : "saya menginginkan makna yang kufur", maka dia dihukumi keluar dari agama Islam dan diberlakukan padanya hukum-hukum riddah. Dan apabila dia tidak bermaksud makna yang kufur maka dia tidak dihukumi keluar dari agama Islam.

Demikian juga apabila lafadz tersebut mempunyai banyak makna dan seluruh maknanya adalah kufur dan hanya satu makna yang tidak kufur, maka dia tidak dihukumi keluar dari agama Islam sampai diketahui bahwasanya dia bermaksud makna yang kufur tersebut. Inilah yang disebutkan oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dalam kitab-kitab mereka.

Adapun yang dikatakan oleh sebagian orang bahwasanya apabila suatu kata mempunyai 99 pendapat yang menghukumi kufur dan satu pendapat tidak menghukumi kufur, maka yang di ambil adalah yang tidak menghukumi kufur. Maka pernyataan seperti ini tidak ada artinya (karena kaidah untuk menghukumi kufur dan tidaknya adalah kembali kepada aturan syara', bukan jumlah sedikit banyaknya orang yang berpendapat) dan tidak benar penisbatannya kepada _Imam Malik_ dan _Abu Hanifah_ (karena pernyataan ini bukan perkataan Imam Malik dan Abu Hanifah) sebagaimana hal ini dinisbatkan oleh _Sayyid Sabiq_ kepada _lmam Malik_. Pendapat ini telah tersebar dikalangan orang-orang zaman sekarang, maka hendaknya mereka bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa ta'ala, (dan kembali kepada kebenaran).



_*( Abu 'Abdillah Ibnu Zubaidy Al-Bathy )*_

Wallahu a'lam

Perkara yang membatalkan Tayamum

_*Kajian Fiqh 13*_

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN TAYAMMUM

(فصل) والذي يبطل التيمم ثلاثة أشياء ما أبطل الوضوء ورؤية الماء في غير وقت الصلاة والردة

Hal-hal yang membatalkan tayammum ada 3 (tiga) yaitu :
*(1) Perkara yang membatalkan wudhu.* Sehingga ketika seseorang dalam keadaan bertayammum baik karena tidak menemukan air atau sakit kemudian dia berhadats, maka tayammumnya batal.

*(2) Melihat air di luar waktu shalat.* Sehingga barangsiapa melakukan tayammum karena tidak ada air kemudian ia melihat atau menyangka adanya air sebelum melakukan sholat, maka tayammumnya batal.

Dan apabila ia melihat air saat melakukan sholat, dan sholat yang dilakukan termasuk sholat yang tidak gugur kewajibannya dengan tayammum (dalam artian tetap wajib qadla’), contohnya seperti sholat di suatu tempat yang biasanya terdapat air seperti sholatnya orang _muqim_ (yang berdomisili), maka seketika itu sholatnya batal.

Atau termasuk sholat yang sudah gugur kewajibannya dengan tayammum contohnya seperti sholat di suatu tempat yang biasanya memang tidak terdapat air seperti sholatnya seorang _musafir_ (orang yang bepergian), maka sholatnya tidak batal, baik sholat fardlu ataupun sunnah.

Apabila seseorang melakukan tayammum karena sakit atau khawatir bertambahnya rasa sakit atau memperlambat kesembuhan, kemudian ia melihat air, maka hal itu tidaklah berpengaruh apa-apa, bahkan tayammumnya tetap sah, baik dia melihat air pada waktu melaksanakan sholat atau di luar waktu sholat.

*(3) Riddah (keluar dari agama lslam).* Adapun hal-hal yang dapat menjadikan seseorang murtad (keluar dari agama Islam) terbagi menjadi 3 :
*_1-Riddah keyakinan._* Seperti meyakini bahwa Allah itu _jism_ (benda) atau meyakini bahwa Allah ada di langit atau meyakini bahwa Allah adalah cahaya atau ruh.

_*2-Riddah perbuatan.*_ Seperti menyembah berhala dan membuang mushaf atau kitab hadits atau kitab-kitab syara' lainnya ke tempat-tempat kotor.

_*3-Riddah perkataan.*_ Seperti mengatakan bahwasanya _Isa_ anak Allah atau mengatakan bahwasanya _'Uzair_ anak Allah atau mengatakan : "Allah tidak adil".




_*( Abu 'Abdillah Ibnu Zubaidy Al-Bathy)*_

Wallahu a'lam

Bolehkah daging aqiqoh di buat walimah/pesta???

*BOLEHKAH DAGING AQIQOH DIGUNAKAN UNTUK ACARA WALIMAH ATAU PESTA?*

Menurut madzhab Imam Asy-Syafi'i hal tersebut tidak mengapa, namun memang lebih afdhol jika diantarkan kepada fakir dan miskin dalam keadaan sudah dimasak. Sebagaimana termaktub dalam kitab Fathul Mu'in :

  ويندب لمن تلزمه نفقة فرعه أن يعق عنه من وضع إلى بلوغ وهي كضحية ولا يكسر عظم
والتصدق بمطبوخ يبعثه إلى الفقراء أحب من ندائهم إليها ومن التصدق نيئا.

"Disunahkan bagi orang tua untuk menyembelih aqiqoh anaknya mulai masa kelahiran hingga dewasa/baligh, aqiqoh seperti halnya udhiyyah/qurban, jangan dipecah tulangnya, disedahkan dalam bentuk masakan dan diantarkan pada orang-orang fakir lebih disukai daripada mengundang mereka atau memberikannya dalam bentuk mentah."

Didalam kitab Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu karya Syaikh Dr. Wahbah Az-Zuhaili juga menerangkan hukum menghidangkan daging aqiqoh dalam walimah :

حكم اللحم كالضحايا، يؤكل من لحمها، ويتصدق منه، ولا يباع شيء منها. ويسن
طبخها، ويأكل منها أهل البيت وغيرهم في بيوتهم، وكره عند المالكية عملها وليمة
يدعو الناس إليها. ويجوز عند المالكية: كسر عظامها، ولا يندب. وقال الشافعية
والحنابلة:يجوز اتخاذ الوليمة، ولا يكره كسر العظام، إذ لم يثبت فيه نهي
مقصود، بل هو خلاف الأولى، ويستحب أن تفصل أعضاؤها، ولا تكسر عظامها، تفاؤلاً
بسلامة أعضاء المولود.ً

"Hukumnya seperti halnya daging qurban boleh dimakan dagingnya (bila tidak berupa aqiqah nadzar) dan disedekahkan sebagiannya, jangan ada yang dijual, disunahkan memasak dagingnya dimakan sekeluarga dan lainnya dalam rumah.

"Menurut kalangan Malikiyyah makruh hukumnya menjadikan aqiqoh sebagai bentuk walimah dengan mengundang orang menikmatinya namun menurut kalangan ini boleh memecah tulang-tulang binatang aqiqoh tapi tidak disunahkan.

"Menurut kalangan Syafi’iyyah dan Hanabilah boleh dijadikan walimah karena tidak terdapat dalil pelarangan tentangnya hanya saja hukumnya khilāf aulā (lebih utama tidak seperti itu) tapi tulang hewan aqiqohnya jangan dipecah sebagai bentuk pengharapan baik atas keselamatan anggota tubuh anak yang dilahirkan."

Walloohu a'lam

Sabtu, 25 November 2017

Ta'wil dan ijtihad

_*Ayo Ngaji 12*_

KETERANGAN LANJUTAN MENGENAI PERMASALAHAN TAKWIL DENGAN IJTIHAD

Penjelasan mengenai kelompok Khowarij dengan mengecualikan sebagian dari mereka yang tidak dikafirkan, hal itu karena adanya dalil yang menyebabkan kekufuran pada sebagian golongan dari mereka (karena Khowarij terbagi menjadi 2 golongan , sebagian dari mereka telah sampai pada batas kekufuran dan sebagian lainnya tidak sampai pada kekufuran). Sebagaimana hal ini dikuatkan oleh perkataan sebagian sahabat yang meriwayatkan hadits tentang Khowarij (tentang sifat-sifat Khowarij yang menyebabkan mereka terjerumus dalam kekufuran)

Adapun perkataan yang diriwayatkan dari Sayyidina 'Ali bahwa beliau berkata : "kawan-kawan kita memberontak kepada kita”, ini bukanlah _hujjah_ (bukti) untuk menetapkan hukum Islam kepada mereka semua. Karena ucapan tersebut tidak terdapat _sanad_ (mata rantai) yang kuat dari Sayyidina 'Ali. Bahkan _Al-Hafidz Al-Mujtahid Ibnu Jarir Al-Thobari_ telah memastikan kekafiran mereka (Khowarij). Namun perkataan Ibnu Jarir tersebut dikembalikan menurut perbedaan sifat-sifat orang-orang Khowarij, bahwasanya sebagian mereka ada yang telah sampai pada batas kekufuran dan sebagian mereka tidak sampai pada batas kekufuran.

Masalah ini sebagian ulama mengibaratkannya dengan lafadzh ijtihad dan sebagian dengan takwil. Di antara ulama yang mengibaratkannya dengan takwil adalah _Al-Hafidz Al-Faqih Al-Syafi’i Sirojuddin Al-Bulqini_ yang disebut oleh pengarang kitab _Al-Qomus Al-Muhith_ sebagai “orang 'alim sedunia”. Dan sebagian pensyarah kitab _Minhaj Al-Tholibin_ mengibaratkannya dengan ijtihad. Kedua ibarat itu harus mempunyai ketentuan yang perlu diperhatikan, sehingga orang tidak menyangka bahwa ibarat itu muthlak. Karena kemuthlakan dalam hal ini mengakibatkan seseorang keluar dari agama Islam.

Kita lihat betapa banyak orang yang menisbatkan diri pada Islam yang menyibukkan diri dengan filsafat, mereka keluar dari agama dengan keyakinannya akan pendapat keazaliaan alam dengan ijtihad dari mereka. Meskipun demikian semua orang Islam sepakat untuk mengkafirkan mereka sebagaimana di sebutkan oleh _Al-Muhaddits Al-Faqih Badruddin Al-Zarkasyi_ dalam kitabnya _Syarh Jam’ul Jawami’_, setelah menyebutkan dua golongan Filsafat, salah satu golongan yang mengatakan keazaliaan alam pada jenis dan individunya dan golongan lain yang mengatakan keazaliaan alam pada jenisnya saja. Nash perkataan Al-Zarkasyi berbunyi : Orang-orang Islam bersepakat untuk menyesatkan dan mengkafirkan mereka (2 golongan Filsafat)”.

Demikian juga golongan _Al-Murji’ah_ yang mengatakan bahwasanya perbuatan dosa tidak berbahaya jika disertai dengan keimanan, sebagaimana kebaikan juga tidak bermanfaat jika disertai dengan kekufuran. Mereka mengatakan yang demikian itu dengan ijtihad dan ta’wil terhadap sebagian nash-nash syari'at tetapi tidak sesuai dengan yang semestinya, oleh karena itu mereka tidak dimaafkan. Demikan juga kelompok-kelompok sesat lainnya seperti _Mu'tazilah_ dan _Musyabbihah_ meskipun mereka menisbatkan diri pada Islam . Kesesatan mereka adalah dengan jalan ijtihad dan takwil.

Kita memohon kepada Allah semoga senantiasa menetetapkan kita dalam kebenaran.




_*( Abu 'Abdillah Ibnu Zubaidy Al-Bathy)*_

Wallahu a'lam

Fardhu dan sunnahnya tayamum

_*Kajian Fiqh 12*_

FARDHLU DAN SUNAHNYA TAYAMMUM

وفرائضه أي التيمم أربعة أشياء: النية ومسح الوجه ومسح اليدين مع المرفقين والترتيب. وسننه ثلاثة أشياء: التسمية وتقديم اليمنى على اليسرى والمولاة

*Fardhlu/rukun tayammum ada 4 (empat) yaitu :
*(1) Niat.* Dengan mengucapkan lafadzh :

نَويتُ التَيَمُّمَ لاستباحةِ فرضِ الصلاةِ لله تعالى

maknanya : "Aku niat tayammum untuk diperkenankan sholat fardhu karena Allah Ta'ala".

Apabila orang yang melakukan tayammum niat fardlu dan sunnah, maka dia diperkenankan melakukan keduanya.
Atau niat fardlu saja, maka disamping fardlu tersebut, ia juga diperkenankan melakukan ibadah sunnah dan sholat jenazah. Atau niat sunnah saja, maka ia tidak diperkenankan melakukan fardlu besertaan dengan ibadah sunnah, begitu juga apabila ia niat sholat saja, maka ia hanya diperkenankan melaksanakan sholat sunnah.

Dan cukup menghadirkan niat ketika mengusap bagian dari wajah menurut pendapat yang _mu'tamad_ (yang dijadikan sandaran).

*(2) Mengusap wajah.* Dan termasuk batasan wajah dalam hal ini adalah bagian luar jenggot yang terurai dan bagian bawah hidung dan di atas bibir.

*(3) Mengusap kedua tangan sampai siku.* Mengusap kedua bagian ini (wajah dan kedua tangan) dengan dua pukulan pada debu.

*(4) Tertib (berurutan).* Maka wajib mendahulukan mengusap wajah sebelum mengusap kedua tangan, baik tayammum untuk hadats kecil ataupun hadats besar. Dan apabila ia meninggalkan tertib, maka tayammumnya tidak sah.

*Sunnahnya tayammum ada 3 (tiga) yaitu :
*(1) Membaca basmalah pada awal tayammum.* Meskipun bagi orang yang junub atau wanita yang haidh dengan maksud berdzikir.

*(2) Mendahulukan bagian kanan dari kedua tangan sebelum bagian kiri dari keduanya.* Dan mendahulukan wajah bagian atas sebelum wajah bagian bawah.

*(3) Berkesinambungan.*

Dan termasuk sunah tayammum adalah melepaskan cincin saat memukul debu pertama agar bisa mengusap wajah dengan semua bagian tangan. Sedangkan untuk pukulan yang kedua, maka wajib melepaskan cincin agar debu yang akan diusapkan bisa sampai ke jari tangan yang tertutup cincin.



*_( Abu 'Abdillah Ibnu Zubaidy Al-Bathy )_*

Wallahu a'lam

4 Perkara yang wajib di lakukan terhadap mayyit (orang yang sdh meninggal)

ـ﴿ فصل ﴾ـ ويلزم في الميت أربعة أشياء: غسله وتكفينه والصلاة عليه ودفنه واثنان لا يغسلان ولا يصلي عليهما: الشهيد في معركة المشركين. والسقط الذي لم يستهل صارخا. ويغسل الميت وترا ويكون في أول غسله سدر وفي آخره شيء من كافور. ويكفن في ثلاثة أثواب بيض ليس فيها قميص ولا عمامة. ويكبر عليه أربع تكبيرات: يقرأ الفاتحة بعد الأولى ويصلي على النبي صلى الله عليه وسلم بعد الثانية، ويدعوا للميت بعد الثالثة فيقول: "اللهم هذا عبدك وابن عبديك خرج من روح الدنيا وسعتها ومحبوبه وأحباؤه فيها إلى ظلمة القبر وما هو لاقيه كان يشهد أن لا إله إلا أنت وحدك لا شريك لك وأن محمدا عبدك ورسولك وأنت أعلم به منا اللهم إنه نزل بك وأنت خير منزول به وأصبح فقيرا إلى رحمتك وأنت غني عن عذابه وقد جئناك راغبين إليك شفعاء له. اللهم إن كان محسنا فزد في إحسانه وإن كان مسيئا فتجاوز عنه ولقه برحمتك رضاك وقه فتنة القبر وعذابه وافسح له في قبره وجاف الأرض عن جنبيه ولقه برحمتك الأمن من عذابك حتى تبعثه آمنا إلى جنتك برحمتك يا أرحم الراحمين". ويقول في الرابعة: "اللهم لا تحرمنا أجره ولا تفتنا بعده واغفر لنا وله". ويسلم بعد الرابعة.ويدفن في لحد مستقبل القبلة ويسل من قبل رأسه برفق ويقول الذي يلحده: بسم الله وعلى ملة رسول الله صلى الله عليه وسلم ويضجع في القبر بعد أن يعمق قامة وبسطة ويسطح القبر ولا يبنى عليه ولا يجصص ولا بأس بالبكاء على الميت من غير نوح ولا شق جيب ويعزى أهله إلى ثلاثة أيام من دفنه ولا يدفن اثنان في قبر إلا لحاجة۰
Artinya: 
Empat perkara wajib dilakukan terhadap mayit (jenazah) yaitu: memandikan, mengkafani, menyolati dan memendam mayit. Ada dua mayit yang tidak perlu dimandikan dan disolati yaitu muslim yang mati syahid untuk memerangi orang kafir dan bayi lahir keguguran yang tidak bersuara (menjerit). 

Mayat dimandikan ganjil, basuhan yang pertama dicampuri daun kelor dan di akhir basuhan sedikit dicampuri kapur barus. Dan dikafani tiga pakaian yang putih tidak ada didalamnya komis dan serban. 

Dan bertakbir untuknya empat takbiran, membaca fatihah setelah takbir yang pertama dan bersolawat kepada nabi SAW setelah takbir yang kedua dan berdoa untuk mayat setekah takbir yang ketiga seraya berkata: “ ya Alloh ya Tuhan kami ini adalah hambamu dan anak laki laki hambamu. Dia telah keluar dari dunya dan luasnya dunia dan yang dicintainya dan kekasih yang dicintainya menuju alam yang gelapnya kubur dan sesuatu yang akan ditemuinya. Dia telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau yang maha satu tidak ada teman bagimu serta menyaksikan bahwa nabi Muhammad adalah hambamu dan utusanmu. Dan tuan lebih tau. Ya Alloh dia telah menempat disisimu dan tuan adalah sebaik baik tempat untuknya. Dan dia sekarang membutuhkan rahmatmu dan engkau adalah dzat yang kaya atas siksaannya. Kami dating kepadamu berharap sebuah pertolongan untuknya. Ya Alloh bila dia baik maka tambahkan kebaikannya dan bia dia jelek maka ampunilah dia dan temukan dia sebab rahmatmu ridhomu dan selamtkan dia dari fitnah dan adzab kubur. Dan luaskanlah kuburnya sishkan tanah dari sekitarnya dan temukanlah dia sebab rahmatmu dengan kesentausaan dari siksamu sampai engkau bangkitkan dengan kesentausaan ke sorgamu dengan rahmatmu wahai dzat yang paling penyayang. 

Dan setelah takbir yang keempat berdoa: “ Ya Alloh jangan engkau tahan pahalanya dan selamatkan dia dan janganlah engkau fitnah setelah kepergiannya dan ampunilah kami dan dia”. dan mengucap salam setelah berdoa sesudah takbir yang keempat. 

Dan dikubur dilubang lahat dengan menghadap kiblat dan diturunkan dari arah keplanya dengan pelan pelan.dan bagi yang memasukkan mayat kelahat maka berdoa: “Dengan menyebut nama Alloh dan mengikuti agama rosulillah SAW” dan membaringkannya di kubur setelah kubur didalamkan sedalam tinggi orang dan lebih setelpak tangan. Kubur ditimbun tinggi tengah dan tidak boleh dibangun, dilep pkai semen. 

Dan tidak apa apa menangisi mayit dengan tanpa mengeluh dan tanpa menobek nyobek kerah baju. Dan di ta’ziyahi ahli mayit sampai tiga hari terhitung setelah pemakamannya. Dan tidak boleh dikubur dua orang dalam satu kubur kecuali ada keperluan.