Rabu, 13 Disember 2017

KEADAAN YANG DIPERBOLEHKAN TIDAK MENGHADAP KIBLAT

KEADAAN YANG DIPERBOLEHKAN TIDAK MENGHADAP KIBLAT

ويجوز ترك القبلة في حالتين في شدة الخوف وفي النافلة في السفر على الراحلة.

Keadaan yang diperbolehkan untuk tidak menghadap kiblat saat melaksanakan sholat ada dua yaitu :

*(1) Dalam keadaan genting (sangat membahayakan)* ketika melakukan peperangan yang diperbolehkan seperti memerangi orang-orang kafir dan pemberontak kepemimpinan seorang khalifah, baik sholat fardhu ataupun sunnah. Bukan peperangan yang diharamkan oleh syari'at Islam.

Dan termasuk dalam keadaan genting adalah melarikan diri dari kejaran hewan buas, atau kebakaran, atau banjir. Maka keadaan-keadaan tersebut diperkenankan untuk tidak menghadap kiblat.

*(2) Ketika melaksanakan sholat sunnah di atas hewan tunggangan saat bepergian.*

Oleh karena itu bagi seorang _musafir_ yang melakukan perjalanan yang diperkenankan syariat meskipun jaraknya dekat, maka diperbolehkan baginya melaksanakan sholat sunnah menghadap ke arah tujuannya walaupun tidak menghadap kiblat.

Seorang musafir yang diperbolehkan untuk melaksanakan sholat sunnah menghadap ke arah tujuannya adalah seorang musafir yang bepergian menaiki hewan tunggangan bukan musafir yang bepergian menaiki mobil ataupun pesawat. Karena firman Allah ta'ala :

(فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ)

[Surat Al-Baqarah 115]

Maknanya adalah : "Maka kemanapun kalian menghadapkan wajah ketika sholat sunnah di atas hewan tunggangan saat bepergian, maka di sanalah _kiblat Allah"._ Sebagaimana tafsir ini diungkapkan oleh _Mujahid_ dan disebutkan oleh _Imam Al-Thobary_ dalam kitabnya _Tafsir Al-Thobary._ Jadi yang dimaksud pada ayat di atas adalah sholat sunnah di atas hewan tunggangan saat bepergian.

Dan seorang musafir yang menaiki hewan tunggangan, maka tidak wajib baginya untuk meletakkan keningnya di atas pelana hewan tersebut, akan tetapi ia diperkenankan memberi isyarat saat ruku’ dan sujudnya. Namun isyarat sujudnya harus lebih rendah dari pada isyarat untuk ruku’.

Adapun musafir yang berjalan kaki, maka ia harus menyempurnakan ruku’ dan sujudnya dengan menghadap kiblat saat melakukan keduanya, dan tidak berjalan kecuali saat berdiri dan tasyahhud.

Wallahu a'lam

_*( Abu 'Abdillah Ibnu Zubaidy Al-Bathy )*_

Tiada ulasan:

Catat Ulasan